SASTRA LISAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER
YantiSariasih
(Dosen, Asesor BAN PAUD & PNF, Kepala TK Gemilang Jaya Baturaja)
Terbayang sudah tingkah laku atau perbuatan setiap individu pada benak kita, hingga munculah pertanyaanbagaimana caranya menerapkan pendidikan karakter pada masa ini ?
dan media apa yang dapat digunakan sebagai pengantar pendidikan karakter.
Pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah memiliki 18 komponen yaitu karakter : (1) religius, (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat atau komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Pada tulisan kali ini, penulis menawarkan penggunaan media Sastra lisan yang ada di Sumatera Selatan ini, baik itu berupa puisi, pantun, cerita rakyat, dongeng, atau pun legenda.
Sastra lisan merupakan warisan budaya pada suatu masyarakat.
Sastra lisan juga merupakan bagian dari budaya masyarakat setempat. Sastra lisan merupakan karya sastra yang lahir dari masyarakat yang diturun secara turun temurun, darimulut kemulut. Sastra lisan memiliki fungsi sebagai bentuk hiburan, alat Pengesahan pranata social dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan pendidikan anak, dan sebagai alat pemaksa dan alat pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi oleh masyarakat. ada beberapa fungsi dalam sastra lisanya itu sebagai alat bantu pendidikan anak muda, alat untuk meningkatkan perasaan dan solidaritas kelompok, alat pemberian sanksi social, alat kritik social, sebagai alat untuk hiburan, dan mengubah pekerjaan yang membisankan menjadi permainan.
Sastra lisan jenis pantun masih sangat akrab di telinga kita. Sebagai masyarakat Melayu yang akrab dengan pantun, tentunya pantun dapat dijadikan sarana sebagai media penanaman atau pengajaran karakter.
Kekalanganlah mbeli baju
Baliknye singgahlah kebesemah
Mpuk mbak ini jamanlah maju
Adat budaye jangah tinggalkah
Makna yang terkandung dalam pantun di atas memberikan makna bahwa setiap anggota masyarakat harus menjaga adat istiadat yang merupakan bagian dari kekayaan bangsa. Dengan mewujudkan cinta budaya daerah, maka cinta kepada bangsa akan terbina. Sikap cinta akan budaya dan adat istiadat sendiri serta cinta tanah air akan lebih berkembang dan mengakar dengan adanya kebiasaan membaca, mempelajari atau menelaah adat istiadat itu sendiri. Akhirnya, dengan membaca dan bangga dengan adat istiadat maka akan menumbuhkan sikap cinta terhadap lingkungan.
Ayam beruge di tengah laman
Burung bemunilah burung berebah
Mpuk kite ngikuti jaman
Singkuh nggak sundi jangah lupekah
Pantun di atas mengajarkan karakter jujur, tolenrasi, dan peduli social dengan mengedepankan sopan santun yang menjadi ciri khas masyarakat Melayu. Sopan santun yang wajib ada dalam diri dari setiap anggota masyarakat merupakan sebuah keharusan walaupun dunia sudah modern atau canggih.
Batang unji parak cempake
Pisang raje di dahatume
Melawan pejadi pacak durhake
Melawan pejadi kualat pule
Pendidikan karakter yang muncul pada pantun diatas mengajarkan sikap patuh dan menghormati kedua orang tua sesuai dengan ajaran agama. Ada perintah yang menyatakan secara tidak langsung untuk tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama yaitu melawan orang tua.
Contoh pantun di atas terlihat mengajarkan pendidikan karakter religus dan tanggungjawab yang secara universal akan mengerucut pada karakter – karakterlainnya. Pendidikan karakter bermediakan sastra lisan berupa pantun ini dapat menjadi alternative pembelajaran baik di rumah maupun di sekolah.
Dengan kata lain, sastra lisan bukan hanya sekedar sastra biasa, tetapi di dalam sastra lisan banyak terkandung nilai pendidikan yang dapat digunakan sebagai media alternative dalam pengajaran pendidikan karakter.